6 Sebab Nabi Ibrahim Disebut Khalilullah
6 Sebab Nabi Ibrahim Disebut Khalilullah
Ibrahim adalah Nabi yang memiliki kedudukan istimewa di sisi Allah sehingga namanya sering disebut dalam Al-Quran agar manusia bisa mengambil tauladan dan mengikuti ajarannya sebagaimana disabdakan dalam al-Quran:
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (Q.S. An-Nahl [16] : 124).
Allah juga menjadikan Nabi Ibrahim sebagai khalil atau kesayangan. Allah berfirman:
وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا
“…dan Allah mengambil Ibrahim menjadi khalil (kesayanganNya).” (Q.S. An-Nisa [04]: 125).
Kata khalil memiliki banyak definisi, diantaranya disampaikan Ibnu Adil dalam Tafsil al-Lubab: khalil berasal dari kata khallah yang bermakna hajat (butuh), bisa juga berasal dari kata khullah yang bermakna cinta yang murni. Ibrahim disebut sebagai khalil Allah artinya Ibrahim hanya faqir (butuh) kepada Allah dan tidak butuh kepada yang lain.
Menurut al-Qurthubi, kata khalil mengikuti wazan fa’iil, tetapi memiliki makna faa’il, seperti kata ‘aliim bermakna ‘aalim, bisa juga bermakna maf’uul seperti kata habiib bermakna mahbuub. Maka, Ibrahim sebagai khalil Allah dapat diartikan, Ibrahim adalah Nabi yang mencintai dan yang dicintai Allah.
Ada juga yang mengatakan, khalil berasal dari kata khalala (merasuk). Ibrahim sebagai khalil karena cintanya kepada Allah merasuk dalam hati. Masih banyak lagi makna khalil yang disampaikan oleh para ulama.
Nabi Ibrahim dijadikan khalilullah dengan beberapa alasan sebagaimana diriwayatkan dalam banyak sumber. Berikut beberapa alasan tersebut:
Pertama, karena kebiasaan Ibrahim memberikan hidangan pada tamu, dia tidak makan kecuali bersama tamu. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman meriwayatkan dari Abdillah bin Amr bin Ash, suatu hari Nabi bertanya kepada Jibril, “Wahai Jibril, kenapa Allah menjadikan Ibrahim sebagai khalil?” Jibril menjawab, “Karena ia gemar memberi makanan.”
Diceritakan oleh al-Munawi dalam Faidl al-Qadir, Nabi Ibrahim bisa menempuh perjalanan satu mil sampai dua mil untuk mencari orang yang bisa diajak makan bersama.
Dikisahkan, suatu hari dia tidak menemukan orang yang bisa diajak makan bersama, kemudian mencari kesana-kemari, dan bertemu dengan sekelompok malaikat yang menyamar menyerupai manusia. Ibrahim kemudian mengajak mereka makan, maka malaikat itu menunjukkan diri seolah-olah terjangkit penyakit judham atau lepra (agar tidak diajak makan), tetapi Ibrahim malah berkata, “Sekarang aku wajib mengajak kalian makan, untuk bersyukur, karena Allah telah memberikan kesehatan pada diriku.”
Kedua, Imam Qurthubi dalam tafsirnya meriwayatkan hadis dari Jabir bin Abdillah dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Allah menjadikan Ibrahim sebagai khalil karena dia gemar memberi makanan, memasyhurkan salam, dan salat malam pada saat banyak orang sedang tertidur.”
Ketiga, Ibnu Adil menceritakan dalam Tafsir al-Lubab, pada masa Ibrahim pernah terjadi kekeringan panjang, maka banyak orang datang ke rumah Nabi Ibrahim untuk meminta makanan. Setiap tahun Ibrahim memiliki persediaan makanan dari khalilnya (teman) yang tinggal di Mesir. Ibrahim lalu mengutus para budaknya dengan membawa unta guna menemui teman tersebut, akan tetapi teman Ibrahim tidak bisa memberikan apa-apa. Maka para budak itu berinisiatif untuk memenuhi kantong-kantong yang mereka bawa dengan pasir dan kerikil agar penduduk mengira mereka pulang dari Mesir dengan membawa persediaan makanan.
Para budak itu kemudian menemui Ibrahim dan menceritakan semuanya, maka Ibrahim sedih memikirkan nasib penduduknya. Ibrahim pun mengantuk dan tertidur. Saat itu datanglah Sarah yang tidak mengetahui semua kejadian di atas, dan langsung saja membuka wadah, ternyata di dalamnya berisi gandum daqiq huwwara (tepung putih). Sarah lalu memerintahkan tukang masak untuk mengolah tepung itu dan menghidangkannya pada penduduk yang kelaparan. Ibrahim kemudian terbangun dan menciaum aroma makanan, lantas bertanya, “Dari mana makanan ini?” Sarah menjawab, “Dari khalilmu (temanmu) orang Mesir.” Ibrahim membalas, “Bukan darinya, tetapi dari Khalilku, Allah ‘Azza wa Jalla.” Sejak itulah Allah menjadikan Ibrahim sebagai khalil.
Keempat, masih diceritakan dalam Tafsir al-Lubab, suatu hari malaikat turun ke bumi dengan rupa seorang laki-laki, kemudian dia berzikir kepada Allah dengan suara yang merdu dan menyentuh hati. Ibrahim kemudian berkata, “Sebutlah Allah sekali lagi.” Malaikat itu menjawab, “Aku tidak akan melakukannya secara cuma-cuma.” Ibrahim membalas, “Aku akan memberikan semua hartaku padamu.” Malaikat kemudian berdzikir dengan suara yang lebih merdu dari suara sebelumnya. Ibrahim kembali berkata, “Sebutlah Allah sekali lagi, engkau akan mendapatkan putraku.” Malaikat kemudian menjelaskan, “Berbahagialah wahai Ibrahim, sesungguhnya aku adalah Malaikat, aku tidak membutuhkan harta dan anakmu, aku hanya ingin mengujimu. Karena kesediaan Ibrahim untuk menyerahkan seluruh harta dan anak demi untuk mendengar nama Allah disebut, Allah kemudian menjadikan Ibrahim sebagai khalil.
Kelima, dikisahkan dalam Tafsir al-Lubab, ketika Malaikat Jibril dan rombongannya menemui Ibrahim dalam rupa pemuda tampan, Nabi Iibrahim mengira para malaikat itu adalah tamunya. Ia pun menyembelih anak sapi yang gemuk untuk dihidangkan. Ibrahim kemudian berkata, “Makanlah! dimulai dengan membaca basmalah, dan diakhiri dengan membaca hamdalah.” Jibril kemudian berkata, “Engkau adalah khalil Allah.”
Keenam, menurut Ibnu Khatib, Ibrahim menjadi khalil karena rasa cinta kepada Allah telah takhallul (merasuk) ke seluruh daya yang dia miliki, sehingga dia tidak melihat kecuali Allah, tidak bergerak dan diam kecuali karena Allah, tidak mendengar kecuali dengan Allah, tidak berjalan kecuali karena Allah. Maka nur keagungan Allah telah menyebar ke seluruh daya fisiknya, sebagaimana yang tersirat dalam doa Nabi Muhammad, “Ya Allah jadikanlah nur dalam hatiku, nur dalam pendengaranku, nur dalam pandanganku, dan nur dalam saraf-sarafku.”
Semua keterangan di atas menegaskan, Allah memberikan derajat luhur kepada Ibrahim sebagai khalil karena kualitas pribadinya yang mulia, seorang dermawan, rela berkorban, peduli pada orang lain, dan kecintaannya kepada Allah yang sangat mendalam, sehingga semua yang diwajibkan Allah untuk dirinya pasti dilaksanakan dengan baik. Hendaklah kepribadian semacam itu bisa kita tiru agar menjadi pribadi-pribadi yang dicintai Allah dan mempeloleh derajat mulia di sisi-Nya.